Jika ingin menemui pria tampan, pergilah ke
Korea Selatan (KS). Namun, jika ingin melihat wanita cantik maka
pergilah ke Korea Utara (KU). Demikian pemeo yang pernah saya dengar di Peninsula Korea ini. Benar tidaknya, wallahualam!
Membicarakan kedua negara Korea memang tidak akan ada habisnya, mulai
dari sisi kebudayaan, teknologi, semangat kerja, kelakuan, dan
sebagainya.
Yang jelas, kedua negara tersebut kaya dengan
warna. Lihat saja, pada saat pembukaan Olimpiade Seoul, KS, beberapa
waktu yang lalu, maupun perayaan kemerdekaan di Pyongyang, KU, pasti
busana yang dikenakan oleh rakyat kedua negara sangat menyolok, menarik
penuh warna-warni, dan penuh semangat.
Kita juga tentu masih
ingat bahwa beberapa waktu yang lalu, berbagai media membicarakan
peluncuran roket KU, dan semua mengetahui bahwa pada akhirnya roket
meledak dan gagal menempatkan satelit di antariksa. Banyak kecaman
ditujukan kepada KU, sebelum maupun setelah peluncuran. Dan tampaknya,
KU tetap ‘acuh tak acuh’ dan terus melanjutkan program satelitnya tanpa
menghiraukan hiruk-pikuk negara lain yang memprotes.
Negara KU
dikenal dengan nama Republik Demokratik Rakyat Korea (RDRK), dengan ibu
kota Pyongyang. Namun, yang menjadi pertanyaan, mengapa bangsa itu harus
‘dimusuhi’ oleh banyak negara di dunia, terutama Negara Maju? Apakah
karena sejarah kelam Perang Korea 1950-1953?
Beberapa waktu
yang lalu, penulis mengunjungi KS dan baru kali ini sempat mengunjungi
satu tempat bernama Im Jing Gak, yang merupakan ‘pintu masuk’ ke daerah
DMZ, zona demiliterisasi yang merupakan perbatasan KS dan KU, di mana
kita bisa melihat Kota Kaesong di wilayah KU.
Dari kejauhan,
dengan teropong tentunya, suasana di daratan KU tampak damai dan
terlihat beberapa pabrik aktif. Tampak cerobong asap di kejauhan dengan
asap putihnya bergelombang ditiup. Tampak juga bendera KU yang berkibar
di puncak tiang setinggi ±160 meter. Tidak sedikit warga KS yang juga
jadi turis lokal melihat wilayah KU. Mungkin dalam hati mereka berkata,
"Itu musuh abadi saya," atau mungkin membatin, "Wah… bagaimana kabar Si
Fulan, Saudaraku?"
Tragis memang nasib saudara yang terpisah
ini. Dari kejauhan, wilayah daratan KU tidak tampak aktivitas militer.
Semua terlihat damai dan asri, mudah-mudahan. Namun, ada yang menyatakan
bahwa yang tampak asri itu semua tipuan belaka; untuk menunjukkan,
negara KU adalah negara makmur. Betul tidaknya, penulis sendiri belum
menemukan jawaban.
Namun konon, di perbatasan Panmunjeon (ada
yang menyebut Panmunjom) suasana berbeda 180 derajat; tegang, waspada,
dan para tentara, baik dari pihak KS maupun KU, tidak ada yang
tersenyum.
Kembali ke masalah peluncuran satelit, sebetulnya
bagaimana kemampuan militer KU? Tentunya kalau suatu negara mampu
meluncurkan satelit ke luar angkasa pasti mereka mampu juga untuk
membuat peluru kendali. Biasanya negara yang ‘tertekan’ cenderung akan
menerapkan falsafah ‘berdikari’ termasuk bidang militer dan
persenjataan.
Tawaran Alih Teknologi
Pernah suatu
ketika, sewaktu masih berdinas di salah satu BUMN, penulis kedatangan
kawan dan memperkenalkan beberapa orang yang penulis pikir, berasal dari
daratan China. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka ingin
bekerja sama membuat kapal bawah air yang bagi mereka, cocok untuk
Indonesia. Sebab, lautan Indonesia sangat luas dan punya banyak pulau
dan gugusan karang yang tersebar. Luar biasa. Orang luar justru paham,
tetapi kita sendiri kadang-kadang lupa hingga orientasinya selalu
daratan.
Mereka berjanji akan memberikan semua teknologi
pembuatan kapal bawah air dengan didasari kerja sama. Tenyata, setelah
penulis perhatikan, design kapal bawah air yang diusulkan tidak panjang.
Kira-kira hanya 30 meter. Katanya sanggup menyelam selama 4–5 jam
dengan awak kapal sebanyak ±9 orang, dan dipersenjatai. Penulis
membayangkan, mungkin kapal ini sejenis kapal yang digunakan untuk
menembak kapal KS beberapa waktu lalu.
Saya tanya, di mana
keunggulannya, dan lewat penerjemah mereka menerangkan bahwa kapal bawah
air jenis ini dapat ‘bersembunyi sambil menyelam’ dekat gugusan pulau
kecil dan karang di sekitar selat yang strategis tanpa dapat dideteksi
pihak musuh. Begitu ada musuh lewat maka bisa menembak. Kenapa tidak
bisa dideteksi, karena sonar pihak musuh sulit membedakan antara
pantulan kapal dengan pulau atau karang. Memang kapal bawah air jenis
ini tidak bisa menyelam lama; tetap harus melakukan snorkeling.
Berbeda dengan kapal bawah air, konon ‘turunan kelas-209’ buatan
galangan kapal Daewoo (KS) yang dibeli pemerintah Indonesia yang mampu
menyelam lebih lama, namun tentu jangan dibandingkan dengan kapal bawah
air ‘kelas 214’ buatan Jerman asli yang mampu menyelam 2 minggu nonstop.
Semakin lama kemampuan selamnya semakin sulit dideteksi musuh dari sisi
coverage area detection. Kelas 214 tergolong kapal bawah air modern dan
standar NATO. Saat ini ada beberapa negara yang mampu membuat kapal
bawah air ‘kelas 214’ dengan lisensi Jerman, antara lain Yunani dan
Turki.
Indonesia membutuhkan banyak kapal bawah air, tidak
hanya sekadar 4 atau 5 tetapi puluhan. Strategi macam mana kapal bawah
air yang akan dikembangkan serta diproduksi di dalam negeri menjadi satu
keharusan. Tidak bisa kita selamanya menggantungkan diri kepada produk
luar.
Penulis akhirnya tahu bahwa tamu tersebut dari Korea
Utara. Meskipun demikian tawarannya cukup menarik karena ada transfer of
technology gratis asal ada pesanan dan mereka janjikan bisa dibuat di
galangan kapal nasional 100% mulai dari kapal pertama.
Mana ada
tawaran yang berani seperti ini? Malah yang sering kita dengar, cara
alih teknologi yang ditawarkan negara lain manakala Indonesia membeli
produk teknologi tinggi, selain harus membayar mahal, prosesnya juga
dipersulit.
Namun pembicaraan tentang kapal bawah air yang
ditawarkan KU tidak berlanjut mengingat satu dan lain hal. Jadi rupanya
meskipun ada hubungan diplomatik antara Indonesia dengan KU, tetap saja
ada batasan-batasan bila menyangkut rencana kerja sama industri dan
teknologi dengan KU.
Klaim sebagai Negara Nuklir
Belum
lama ini, pemerintah KU memproklamasikan bahwa KU adalah negara nuklir.
Rupanya KU sudah mampu membuat atau paling tidak berani menyatakan
mampu membuat pembangkit listrik nuklir, bom nuklir, dan peluru kendali
nuklir, selain kapal bawah air yang pernah ‘memakan korban’. Terbukti,
KU baru saja melakukan percobaan nuklir bawah tanah yang diprediksi
berkekuatan ±700 kiloton.
Penulis pikir, tidak semua negara mau
memberikan teknologinya, apalagi secara gratis. untuk itu, seyogianya
apabila ada negara yang mau menawarkan hal seperti itu mestinya
kesempatan tersebut bisa dikaji, apalagi dengan negara yang sudah punya
hubungan diplomatik.
Penulis pun juga yakin, teknologi
propelant KU cukup maju. Kalau tidak, mana mungkin mereka bisa
menembakkan peluru kendali jarak menengah sampai jarak jauh. Peluru
kendali mereka kelas Taepodong diyakini mampu menjangkau sampai 4.300
km, dan dapat dimuati hulu ledak nuklir. Sementara roket buatan Lapan
sendiri daya jangkaunya masih relatif terbatas.
Jadi mestinya
kita tidak usah alergi terhadap produk KU, sepanjang mutunya bagus,
harga bersaing, dan transfer teknologinya gratis. Patut dipertimbangkan.
Hal ini sudah dimulai dengan ditandatanganinya kerja sama antara
Indonesia dengan KU dalam bidang komunikasi dan teknologi informasi
baru-baru ini di Yogyakarta, meskipun realisasinya masih belum terlihat
nyata.
Kembali kepada pertanyaan, mengapa KU dimusuhi oleh
negara Barat, khususnya? Mungkin salah satunya, KU tidak mau menuruti
apa kemauan mereka. KU tidak mau diatur karena merasa sebagai negara
yang berdaulat. Biasanya, bangsa seperti ini punya sikap militansi yang
hebat, dan apabila didukung tenaga manusia yang terampil dan terdidik,
bukan tidak mungkin KU menjadi negara yang maju.
KU mungkin
tidak sekaya Indonesia, namun pasti mereka punya keistimewaan yang dapat
kita pelajari. Sejatinya KS dan KU itu saudara. Nah kalau KS saja
sekarang sudah sangat maju maka KU yang sumber daya manusianya ‘sama’
atau paling tidak ‘mirip’ tentu juga punya keunggulan.
Saat
ini, Kementerian Pertahanan sedang membicarakan program alih teknologi
kapal bawah air ‘turunan kelas 209’ dengan pihak Daewoo, untuk nantinya
bisa diproduksi di dalam negeri. Sampai seberapa jauh alih teknologi
yang akan kita peroleh, tergantung dari seberapa gigih kita meminta apa
yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli sesuai kontrak yang
telah ditandatangani. Dan tentu tergantung seberapa dalam content alih
teknologi dalam kontrak tersebut.
Cepat atau lambat, KU akan
diperhitungkan oleh negara mana pun, termasuk ASEAN sebagai mitra
strategis, baik dalam hubungan bisnis maupun kerja sama teknologi.
Contoh yang paling jelas adalah Myanmar, yang dari tadinya negara
tertutup sekarang banyak negara ASEAN yang melakukan kerja sama, karena
iklim keterbukaan dan suasana yang makin kondusif.
Jadi sekali
lagi, jangan alergi menerima tawaran kerja sama KU, selama tawaran
tersebut bermanfaat bagi kedua negara. Pasti ada yang menarik dari
sekian macam tawaran.
Jika tidak percaya, silakan datang ke
salah satu restoran di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan, di mana kita
akan disambut ramah oleh para gadis cantik dengan pakaian tradisional
warna warni. Restoran tersebut menyajikan masakan khas KU. Mengingat
penulis belum dapat membedakan mana menu yang asli KS dan mana yang asli
KU, jadi percaya saja waktu dibilang oleh pemilik restoran, yang jelas
enak rasanya, dan boleh dicoba.
https://www.facebook.com/pages/Info-Militer-Dunia/358471770918874
Tidak ada komentar:
Posting Komentar