Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 02 April 2014

Kulo dan Ma'iyah 17an

Tidak ada kaitan formal yang dapat dijadikan alasan akademis maupun intelektual untuk secara metodologis menyimpulkan adanya hubungan antara gerakan jamaah Maiyah yang memperoleh inspirasi, pembimbingan, pengayoman dan pengajaran dari seorang Muhammad Ainun Nadjib yang lebih akrab disapa Cak Nun, dengan gagasan-gagasan pemikiran dan ideologi yang berkembang dalam sufisme. Cak Nun secara formal bukan anggota tarekat ataupun pernah berguru dan menerima ijazah dari seorang Syekh Tarekat tertentu, bahkan tidak mempelajari tasawuf melalui jalur pendidikan baik formal, informal maupun non-formal. Tetapi aneh dan ajaibnya, pemikiran apapun yang terkandung dalam literatur tasawuf bisa dengan gampang dan gamblang Cak Nun menguraikannya. Buka kitab al-Futuhat al-Makkiyah, suatu karya monumental Ibn Arabi sebagai contoh dan lacak topik yang menguraikan martabat wujud, maka anda dapat lebih mengerti gagasan itu dalam satu kali pertemuan dengan Cak Nun disbanding beberapa kali pertemuan bahkan beberapa semester tapi tetap tak mengerti di hadapan profesor pengajar materi tasawuf pada perguruan tinggi Islam dan non-Islam di Indonesia.

Maiyah yang secara kreatif atau lebih tepatnya menjabarkan prinsip-prinsip persahabatan, persaudaraan dan ikrar perjuangan berdasarkan cinta kasih serta dengan ihklas dan jujur yang bersumber dari inspirasi gua tsaur dan momentum hijrah Nabi, merupakan kreasi sufistik Cak Nun yang jika disandingkan dengan gerakan-gerakan sufi dalam sejarah, menempati posisi setara dengan kaum malamatiyah. Jamaah Maiyah sebagaimana pengikut malamatiyah menjadi tempat berteduh masyarakat umum dalam menghadapi kezaliman ataupun kesewenang-wenangan pemerintah ataupun publik. Bahkan jamaah Maiyah sebagaimana jamaah Malamatiyah cenderung mempraktekkan ‘rasa bahagia’ dan sikap ‘menikmati’ ketidak-adilan dan penderitaan yang dialaminya.

Dengan demikian maka Cak Nun dengan jamaah Maiyahnya sesungguhnya merupakan nikmat bagi pemerintah dan Negara Indonesia. Forum-forum Maiyah Cak Nun telah menjadi danau serapan bagi banjir kebencian masyarakat. Maiyah menjadi ‘GEGANA’ penjinak bom yang setiap saat dapat meledak gara-gara ketidak-adilan dalam masyarakat. Maiyah menjadi jembatan perdamaian bilamana terjadi konflik antara kelompok masyarakat. Lebih dari itu, Maiyah menjdai ‘sekolah’ kehidupan yang memberikan pendidikan kearifan hidup.

Meski peran sosial dan kultural yang dimainkan jamaah Maiyah begitu besar artinya bagi stabilitas politik dan keamanan nasional Indonesia, namun Cak Nun tidak mendapat penghargaan, apresiasi maupun terima kasih dari pemerintah. Dan tentu Cak Nun tidak pernah mengharapkan apapun dari siapapun kecuali kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, karena beliau mempraktekkan ayat 9 surah al-Insan. Namun tentunya tetap tergantung kepada kehendak dan keinginan Allah terhadap bangsa Indonesia ini. Jika Allah kemudian menutup ‘danau’ Maiyah, membubarkan ‘gegana’ Maiyah, merontokkan ‘jembatan’ Maiyah dan menutup ‘sekolah’ Maiyah, maka revolusi takkan terhindarkan. Dan jika saatnya tiba Allah pun takkan segan-segan memerintahkan Cak Nun mendeklarasikan ‘perang badr’ dan menggerakkan balatentara yang tak terlihat dan yang sudah cukup lama stand by. Wallahu a’lam. disini aku menemukan sungai ilmu, kita harus membawa siwur kita sendiri-sendiri sesuai kemampuan kita. setelah mengembara lama aku menemukan tempatku, disini rasane koyo tumbu ketemu tutup. salam Maiyah

satu tahun aktuf mocopat syafaat 17an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar