Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 29 September 2020

Bung Karno ala Pak Emha

  1. Bung Karno hanyalah satu penggalan kecil dari sejarah panjang peradaban Nusantara, tapi ia adalah tonggak terbesar eksistensi Indonesia. Bung Karno adalah monumen besar kehormatan dan jiwa agung bangsa Indonesia. Di manakah tonggak itu sekarang tegak teguhnya? Di manakah momen itu sekarang kebesaran dan keanggunannya? Di manakah sekarang jiwa kebangsaan yang pernah menggetarkan dunia? Tidak baikkah andaikan bangsa Indonesia memproyeksikan jiwa kebangsaan Bung Karno itu pada kehidupan nasional hari ini. Ya politiknya, ya ekonominya, ya kebudayaannya, ya martabat kebangsaannya.
  2. Bangsa Indonesia hari ini bercerminlah dan tatap wajahmu: Siapa Pemimpin Bangsamu sebenarnya? Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY atau Jokowi? Siapakah Bapak Pembangunan Harga Diri Bangsa Indonesia? Presiden dengan jiwa dan karakter bagaimanakah yang kau akan pilih di tahun 2024 nanti? Siapa sebenarnya yang kau percaya, yang kau cintai, kau anut dan laksanakan prinsip-prinsip kejuangannya?
  3. Para pemimpin lain mungkin kau cintai dan kau bela, atau kau benci dan kau maki. Demi kemerdekaan warga dan hak asasi, aku tidak mempertanyakan atau mempersoalkan siapa yang kau benci dan siapa yang kau cintai, kenapa kau benci atau kau cintai, alasannya mendasar atau tidak, tepat atau tidak. Kalau mau benci, bencilah. Kalau memang cinta, cintailah. Yang menjadi pertanyaan adalah kalau kau percaya dan cinta, apakah kau melaksanakan pesan nilai-nilainya dan jiwa kejuangannya? Ataukah kau sekarang ini bersikap acuh tak acuh saja, bahkan mungkin mengkhianatinya?
  4. Bung Karno menyatakan sangat tegas pada pidato peringatan Kemerdekaan 17 Agustus 1963: Kita bangsa besar, kita bukan “bangsa tempe”, kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tapi merdeka, daripada makan bestik tetapi budak. Lantas apakah demikian juga garis kejuangan dan prinsip nilai yang diterapkan oleh Presiden-Presiden sesudahnya? Apakah prinsip harga diri kebangsaan yang ditegakkan oleh Bung Karno itu menjadi pertimbangan utama ketika memilih para pengganti Bung Karno?
  5. Sampai sekarang apa yang kita lakukan sebagai bangsa dengan Presiden dan Pemerintahnya? Apakah bangsa Indonesia sekarang ini tuan rumah di negerinya sendiri ataukah pengemis di lapangan luas pasar bebas globalisasi? Apakah bangsa Indonesia berani makan gaplek demi kedaulatan dan martabat dirinya, ataukah sebagian kecil makan bestik di atas pundak rakyat kebanyakan yang makan gaplek?
  6. Bung Karno membantah ilmuwan Lord Russel dengan menyatakan bahwa “dunia ini tidaklah seluruhnya terbagi dalam dua fihak seperti dikiranya”. Yakni kapitalisme dan sosialisme, yang dua tonggaknya adalah Manifesto Komunisme dan Declaration of Independence. Maka Bung Karno menawarkan Panca Sila kepada dunia, dalam pidatonya di depan PBB 1960: “Itulah intisari dari peradaban Indonesia selama dua ribu tahun”.
  7. Sesudah itu, sampai hari ini, apa yang ditawarkan oleh Bangsa Indonesia kepada Dunia? Supremasi ekonomi? Khasanah kebudayaan? Keteguhan martabat kebangsaan? Keunggulan olahraga? Fenomenologi dan cakrawala masa depan? Kepemimpinan di Kawasan Negara-negara dan bangsa-bangsa di sekitarnya? Indonesia ini Macan Asia ataukah Tikus Asia?
  8. Bagaimana bangsa Indonesia memaknai sejarahnya bahwa mereka pernah memiliki, mengagumi dan mencintai orang besar seperti Bung Karno? Seberapa besar kesungguh-sungguhan mereka untuk benar-benar mendengarkan dan belajar kepada beliau? Apakah bangsa Indonesia punya kesetiaan untuk menjalankan aspirasi-aspirasi kebangsaan beliau? Juga punya keteguhan dan disiplin untuk mempertahankan pemikiran beliau dalam menjalankan Pemerintahan dan pembangunannya?
  9. Apa jawaban bangsa Indonesia kalau ada yang menyimpulkan bahwa sepeninggal Bung Karno, terjadi pengkhianatan-pengkhianatan besar dan serius, baik secara personal, kemasyarakatan, keormasan dan keparpolan atau kepemerintahan? Bahwa kita bangsa yang lalai dan meremehkan hakekat jasa pahlawan-pahlawannya? Bangsa yang cuek dan acuh tak acuh kepada sejarahnya sendiri? Bangsa yang punya Pancasila tetapi tidak mempelajari dan menghikmahinya? Bangsa yang punya Ketuhanan Yang Maha Esa tapi tidak meletakkan-Nya sebagai sumber utama pertimbangan-pertimbangan dan langkah sejarahnya? Bangsa yang punya Nabi tapi tidak belajar kepadanya dan tidak menggali apapun dari peran sejarahnya?
  10. Itu pandangan satu sisi mata uang tentang Bung Karno. Kelak bangsa Indonesia akan dewasa berpikirnya, akan seimbang mentalitasnya, akan teguh rasionalitasnya, serta akan kukuh persatuan dan kesatuannya. Sehingga akan siap membuka sisi mata uang lainnya.

Yogya 30 September 2020
Mbah Nun, Maiyah.

Senin, 28 September 2020

pleret mantan ibukota

Setelah kraton Plered (Palérèd begitu konon ejaan aslinya) diserang Trunajaya pada 1677 ternyata meskipun fungsinya sebagai ibukota telah berpindah ke Kartasura, tetapi beberapa bangunan dan bentengnya masih tersisa.

Setidaknya 150 tahun kemudian pada 1825 -bahkan sesudah Yogyakarta berdiri- lokasi ini kembali menjadi ajang perang. Kali ini antara Pangeran Diponegoro vs Belanda.
Tidak sekali, bahkan dua kali ! 

PERANG PLERED

Ceritanya begini, 
Setelah menyatakan perang, meninggalkan Ndalem Tegalrejo, Diponegoro menduduki Plered pada tahun 1825 dan menyimpan senjata serta ternaknya di sana. 

Dia menggunakannya sebagai pangkalan untuk menyerang konvoi yang memasok Imogiri di dekatnya yang dipegang oleh Belanda. 

Perang pertama - April 1826
Pada bulan April 1826, Belanda di bawah Jenderal Van Geen menyerang Plered.  Diponegoro tidak ikut bertempur dan mundur ke barat. Van Geen memasuki Plered dan mengambil senjata dan ternak yang disimpan di sana sebagai barang jarahan. Karena tidak memiliki kekuatan untuk menjaga benteng tersebut, ia kemudian mundur ke Yogyakarta.  

Tulisan Kapten Errembault de Dudzeele et d’Orroir tentang kondisi bekas kraton pada 1826 : "Plerette (Plérèd) adalah bekas kraton, tetapi sudah tak dihuni dalam waktu yang lama. Kawasan itu dikelilingi oleh dinding setinggi sekitar tujuh meter, berbentuk persegi dengan sisi panjangnya 1,5 kilometer dan lebar sekitar separuhnya".

Selanjutnya, karena Belanda telah meninggalkan Plered, maka Diponegoro merebut kembali dan membentenginya dengan persenjataan serta jebakan perancah. 

Bersambung bagian ke 2
https://www.facebook.com/1782103122018066/posts/2809868282574873/

Kamis, 24 September 2020

Gaya memakai keris di jawa

Prajurit Mataram dengan 4 senjata :
Tombak, Pedang dan 2 keris. 

Ada yang mengatakan orang Jawa memakai keris di belakang.
Sebenarnya tidak, karena ada 7 jenis letak pemakaian keris :

1. Di belakang, sisi kanan 
Jika ujung warangka panjang di sisi kanan disebut : 
KLABANG PINIPIT (Yogya)
NGOGLENG (Sala)

2. Di belakang, sisi kanan 
Jika ujung warangka panjang di sisi kiri disebut : 
NGÈWAL (Yogya)
KÈWALAN/MOGLÉNG/NGÈWAL (Sala)

3. Di belakang, sisi kiri, disebut :
MUNYUK NGILO (Yogya)
KURÈBAN (Sala)

4. Di belakang, tengah, disebut :
SATRIYÅ KÈPLAYU/LÈLÈ SINUNDHUKAN

5. DEPAN TENGAH, disebut :
NYOTHÉ (Yogya)

6. SAMPING KIRI, disebut :
NGANGGAR (Yogya)
KEMPITAN KIWÅ (Sala)

7. SAMPING KANAN, disebut :
NYOTHE (Yogya)
KEMPITAN TÈNGÈN (Sala)

8. SAMPING DISANGKUTKAN SABUK, disebut :
NGANGGAR (Sala)

Makna pemakaian Gaya Yogyakarta, 
klik disini 

https://www.facebook.com/1782103122018066/posts/2789891507905884/

Sumber : 
Facebook Lintrik (gaya Surakarta)
Tjokrosuharto com (gaya Yogyakarta)

Gambar : 
Raffles, History of Java

Prakerja

 Ikut pelatihan prakerja ternyata menguji daya sabar kita, sabar mengisi data, full mengikuti pelatihan dan jangan lupa pakai OVO hehehe pengalaman pribadi pakai bank orange nggak bisa lalu pakai wallet ungu