Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 28 September 2020

pleret mantan ibukota

Setelah kraton Plered (Palérèd begitu konon ejaan aslinya) diserang Trunajaya pada 1677 ternyata meskipun fungsinya sebagai ibukota telah berpindah ke Kartasura, tetapi beberapa bangunan dan bentengnya masih tersisa.

Setidaknya 150 tahun kemudian pada 1825 -bahkan sesudah Yogyakarta berdiri- lokasi ini kembali menjadi ajang perang. Kali ini antara Pangeran Diponegoro vs Belanda.
Tidak sekali, bahkan dua kali ! 

PERANG PLERED

Ceritanya begini, 
Setelah menyatakan perang, meninggalkan Ndalem Tegalrejo, Diponegoro menduduki Plered pada tahun 1825 dan menyimpan senjata serta ternaknya di sana. 

Dia menggunakannya sebagai pangkalan untuk menyerang konvoi yang memasok Imogiri di dekatnya yang dipegang oleh Belanda. 

Perang pertama - April 1826
Pada bulan April 1826, Belanda di bawah Jenderal Van Geen menyerang Plered.  Diponegoro tidak ikut bertempur dan mundur ke barat. Van Geen memasuki Plered dan mengambil senjata dan ternak yang disimpan di sana sebagai barang jarahan. Karena tidak memiliki kekuatan untuk menjaga benteng tersebut, ia kemudian mundur ke Yogyakarta.  

Tulisan Kapten Errembault de Dudzeele et d’Orroir tentang kondisi bekas kraton pada 1826 : "Plerette (Plérèd) adalah bekas kraton, tetapi sudah tak dihuni dalam waktu yang lama. Kawasan itu dikelilingi oleh dinding setinggi sekitar tujuh meter, berbentuk persegi dengan sisi panjangnya 1,5 kilometer dan lebar sekitar separuhnya".

Selanjutnya, karena Belanda telah meninggalkan Plered, maka Diponegoro merebut kembali dan membentenginya dengan persenjataan serta jebakan perancah. 

Bersambung bagian ke 2
https://www.facebook.com/1782103122018066/posts/2809868282574873/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar