Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 26 November 2013

mengelola STRESS


"Stress (n), Psychological and physical strain or tension generated by physical, emotional, social, economic, or occupational circumstances, events, or experiences that are difficult to manage or endure." ( Colman, Andrew M. (1st ed.).(2001). Oxford Dictionary Of Psychology. hal. 711)
Pada waktu kita berbicara tentang  stress, biasanya pembicaraan itu berawal dari suatu keadaan atau situasi yang sulit untuk dihadapi sementara tuntutan untuk keberhasilan dalam menghadapi situasi tersebut sangat tinggi sehingga menyebabkan ketegangan dan perasaan tidak nyaman. Kita dapat memahami arti kata stress tersebut karena pernah mengalami pengalaman pribadi yang serupa dan berdampak sama. Karena pengalaman tersebut sifatnya sangat umum dan orang seringkali memberi label "stress" untuk situasi seperti diatas berdasarkan pengalaman pribadi dalam hidupnya, mungkin diharapkan bahwa konsep mengenai stress itu sendiri dapat diuraikan secara sederhana. Tetapi pada kenyataannya tidak.
Stress psikologis telah dikonsepkan dalam 3 cara (Baum, 1990; Coyne & Holroyd, 1982; Hobfoll, 1989) :
A.    Konsep yang fokusnya pada lingkungan, mendeskripsikan stress sebagai stimulus, dimana referensi  sumber atau penyebab ketegangannya adalah suatu kejadian atau rangkaian peristiwa yang terjadi. Contohnya seperti yang banyak dialami dalam pekerjaan yang tingkat stress-nya tinggi. Kejadian atau keadaan yang direspon sebagai ancaman atau sesuatu yang membahayakan diri kita, sehingga menimbulkan perasaan tegang, disebut stressors.
B.    Pendekatan yang memperlakukan stress sebagai suatu response, yang terfokus pada reaksi seseorang terhadap stressors. Contohnya adalah ketika seseorang menggunakan kata stress untuk menjelaskan tingkat ketegangan dalam dirinya. Response tersebut mempunyai 2 komponen yang saling berkaitan, yaitu komponen psikologis; yang melibatkan perilaku, pola pikir, dan emosi, dan komponen fisiologis; yang melibatkan peningkatan rangsangan tubuh seperti jantung berdebar, sakit perut, berkeringat, dan lain sebagainya. Respon psikologis dan fisiologis seseorang terhadap stressor disebut strain.
C.   Pendekatan yang mendeskripsikan stress sebagai sebuah proses yang melibatkan stressors dan strains, ditambah dengan sebuah bentuk hubungan yang penting yaitu hubungan antara seseorang dan lingkungannya (Cox, 1978; Lazarus & Folkman, 1984). Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian secara berkesinambungan yang disebut transactions, antara seseorang dan lingkungannya, dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Contohnya, seseorang yang terjebak dalam kemacetan dan terlambat untuk suatu appointment terus melihat jamnya, terus membunyikan klakson mobilnya, dan menjadi semakin marah setiap menitnya.
"Stress is the condition that results when person-environment transactions lead the individual to perceive a discrepancy-whether real or not-between the demands of a situation and the resources of the person's biological, psychological, or social systems" (Sarafino, Edward P. (3rd ed.). (1990). Health Psychology. hal 70.)
Transactions yang mengarah pada kondisi stress umumnya melibatkan proses assesment yang oleh Richard Lazarus dan rekannya menyebut hal ini sebagai cognitive appraisal (Cohen & Lazarus, 1983; Lazarus & Folkman, 1984b; Lazarus & Launier, 1978). Cognitive appraisal adalah suatu proses mental yang dimana ada 2 faktor yang dinilai oleh seseorang: (1) apakah sebuah tuntutan mengancam kesejahteraannya dan (2) resources yang tersedia untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kedua faktor tersebut, membuat perbedaan antara dua macam penilaian yaitu primary dan secondary. Penilaian primary adalah proses penilaian pada waktu kita mendeteksi suatu keadaan yang potensial untuk menyebabkan stress, dan penilaian secondary mengarah pada resources yang tersedia pada diri kita untuk menanggulangi stress.
Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stress disebut  stress appraisals. Menilai suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan stress tergantung dari 2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya (personal factors) dan faktor yang berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya termasuk intelektual, motivasi, dan personality characteristics.
Pada umumnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi stress appraisals, yaitu :

A.    Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga menyebabkan ketidaknyamanan.

B.    Life transitions, dimana kehidupan mempunyai banyak kejadian penting yang menandakan berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam kehidupan kita.
C.    Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita, dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, itu juga bisa menimbulkan stress.
D.    Ambiguity, yaitu  ketidakjelasan akan situasi yang terjadi

E.    Desirability, ada beberapa kejadian yang terjadi diluar dugaan kita

F.    Controllability, yaitu apakah seseorang mempunyai kemampuan untuk merubah atau menghilangkan stressor. Seseorang cenderung untuk menilai suatu situasi yang tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful, daripada situasi yang terkontrol.
I.    Aspek Psikososial dari Stress
Kita dapat melihat bahwa ada hubungan antara sistem biologis, psikologis dan sistem sosial pada waktu stress. Stressors menghasilkan perubahan fisiologis, tetapi faktor psikososial juga mempunyai peranan. Tingkat stress yang tinggi dapat mempengaruhi ingatan dan perhatian seseorang  karena stress dapat menyebabkan ketidakseimbangan fungsi cognitive, seringkali dengan mengalihkan perhatian kita. Sebagai contoh, kebisingan dapat menjadi stressor, dan ada orang yang tinggal di lingkungan yang sangat bising, misalnya di dekat rel kereta atau jalan bebas hambatan. Bagaimana kebisingan yang sifatnya kronis tersebut dapat mempengaruhi cognitive performance seseorang? Banyak orang dapat mengatasi keadaan stress seperti ini dengan mengganti fokus perhatiannya dari kebisingan itu dengan aspek-aspek yang relevan dari suatu tugas cognitive. Tetapi stress juga dapat meningkatkan konsentrasi kita, khususnya terhadap stressor.
Emosi cenderung untuk menyertai stress, dan seseorang seringkali menggunakan tingkat emosionalnya untuk mengevaluasi stress mereka. Cognitive appraisal processes dapat mepengaruhi pengalaman stress dan emosional (Maslach, 1979; Schachter & Singer, 1962, 1979; Scherer, 1986). Sebagai contoh : kemungkinan kita mengalami stress dan ketakutan apabila kita berhadapan dengan ular pada waktu kita melintasi hutan, khususnya apabila kita tahu bahwa ular tersebut berbisa. Emosi kita tidak akan senang atau excitement, kecuali apabila kita memang mempelajari tentang ular dan kita mencari jenis ular tersebut. Kedua situasi tersebut  dapat menimbulkan stress, tetapi kita akan mengalami ketakutan apabila penilaian akan kejadian itu adalah sebagai suatu ancaman, dan kita akan mengalami excitement apabila penilaian akan kejadian itu adalah sebagai suatu tantangan. 
Ada beberapa reaksi emosional yang umum terjadi pada waktu stress :
A.    Ketakutan adalah reaksi emosional yang mengikutsertakan ketidaknyamanan psikologis dan rangsangan fisik apabila kita merasa terancam.

B.    Phobia adalah ketakutan yang intense dan irrational yang dikaitkan dengan kejadian dan situasi yang khusus.
C.    Anxiety adalah perasaan ketidaknyamanan yang tidak jelas atau samar-samar yang seringkali melibatkan ancaman yang relatif tidak jelas atau tidak spesifik

D.    Anger, khususnya ketika seseorang menerima suatu keadaan sebagai keadaan yang membahayakan atau frustrating
Stress juga dapat menimbulkan perasaan sedih atau depresi. Perbedaan antara depresi normal dan depresi sebagai serious disorder adalah masalah tingkatannya. Depresi dapat menjadi psychological disorder apabila fatal, sering terjadi dan long-lasting sifatnya. Orang dengan disorder ini cenderung untuk :
  • Umumnya mempunyai unhappy mood
  • Hopeless tentang masa depannya
  • Kelihatan pasif dan tidak mempunyai semangat
  • Memperlihatkan kebiasaan makan dan tidur yang kacau
  • Mempunyai kepercayaan diri yang rendah dan sering menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang mempengaruhi kehidupannya

II.    Sumber-sumber Stress dalam kehidupan

III.1. Sumber Stress dari Individu
Kadang-kadang sumber stress adalah dari individu/orangnya sendiri. Satu jalan yang dapat menimbulkan stress dari orangnya sendiri adalah melalui penyakit yang diderita oleh seseorang. Menjadi sakit menempatkan demands pada sistem biologis dan psikologis, dan tingkatan stress yang dihasilkan oleh demands tersebut tergantung dari keseriusan penyakit dan umur dari orang tersebut. Hal lain yang dapat menimbulkan stress dari orangnya sendiri adalah melalui penilaian dari motivational forces yang bertentangan, ketika terjadi konflik dalam diri seseorang dan biasanya orang tersebut berada dalam suatu kondisi dimana dia harus menentukan pilihan dan pilihan tersebut sama pentingnya.
III.2. Sumber Stress Dalam Keluarga
Perilaku, kebutuhan dan personality dari tiap anggota keluarga yang mempunyai pengaruh dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya, kadang-kadang menimbulkan stress. Konflik interpersonal dapat timbul sebagai akibat dari masalah keuangan, inconsiderate behavior, atau tujuan yang bertolak belakang.  Dari banyak sumber stress dalam keluarga, ada 3 hal yang paling banyak terjadi, yaitu :
A.    Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak, dapat menimbulkan stress yang berkaitan dengan masalah keuangan (tambah anak bertambah pula biaya pengeluaran), masalah kesehatan dan ketakutan bahwa hubungan antara suami-istri dapat terganggu
B.    Perceraian, dapat menghasilkan  banyak stressful transitions untuk semua anggota keluarga karena mereka harus menghadapi perubahan dalam status sosial, pindah rumah, dan perubahan kondisi keuangan
C.    Anggota keluarga yang sakit, cacat, dan mati, yang pada umumnya memerlukan adaptasi, kemampuan untuk mengatasi perasaan sedih atau duka yang mendalam dan kesabaran.
III.3. Sumber Stress dalam Komunitas dan Lingkungan
    Hubungan yang dibuat seseorang diluar lingkungan keluarganya dapat menghasilkan banyak sumber stress. Salah satunya adalah bahwa, hampir semua orang pada suatu saat dalam kehidupannya mengalami stress yang berhubungan dengan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena tuntutan pekerjaan yang dapat menghasilkan stress dalam 2 cara :
A.    Beban pekerjaan yang terlalu tinggi, sebagai akibat dari keinginan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih atau jabatan yang lebih tinggi

B.    Beberapa macam aktivitas lebih stressful daripada yang lainnya, apabila pekerjaan yang dilakukan terus menerus underutilize kemampuannya
Bentuk aktivitas yang lain yang dapat menimbulkan stress adalah pada waktu akan diadakannya evaluasi kinerja karyawan, yang merupakan suatu proses yang seringkali sulit baik untuk supervisor maupun karyawannya.
Beberapa aspek dari pekerjaan  dapat meningkatkan stress pekerja, diantaranya adalah :
A.    Lingkungan kerja (tingkat kebisingan, temperature, kelembaban, atau illumination-nya)
B.    Reliabilitas peralatan kerja (kinerja mesin, komputer, dll.)
C.    Hubungan interpersonal yang buruk
D.    Kurangnya pengakuan dari atasan atas hasil kerja yang baik dan tidak adanya kemajuan dalam pekerjaan
E.    Kehilangan pekerjaan akibat dipecat atau pensiun
III.    Coping With Stress
Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stress menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stress.  Hal-hal yang dilakukan tersebut merupakan bagian dari coping. Coping adalah proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang dinilai dalam suatu keadaan yang stressful. Walaupun coping efforts dapat diarahkan untuk memperbaiki atau menguasai suatu masalah, hal ini juga dapat membantu seseorang untuk mengubah persepsinya atas ketidaksesuaian, mentolerir atau menerima bahaya atau ancaman, atau melepaskan diri atau menghindari situasi stress. Stress diatasi dengan cognitive dan behavioral transactions dengan lingkungan.
Proses coping bukan hanya satu kejadian. Karena coping melibatkan ongoing transactions dengan lingkungan, dan proses tersebut sebaiknya dilihat sebagai suatu dynamic series.
IV.1. Proble Focused Coping
Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demands dari situasi yang stressful atau memperluas resource untuk mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode problem focused coping apabila mereka percaya bahwa resources atau demands dari situasinya dapat dirubah.
IV.2. Emotion Focused Coping
Emotion Focused Coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stress. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan behavioral dan cognitive.
IV.3. Metode Coping
Menurut Folkman & Lazarus (Folkman & Lazarus, 1988; Folkman et al., 1986), skill dan strategi coping diuraikan sebagai berikut :
A.    Planful problem-solving
B.    Confrontive coping
C.    Seeking social support
D.    Distancing (emotion-focused)
E.    Escape-avoidance
F.    Self-control
G.    Accepting responsibility
H.    Positive reappraisal
IV.    Stress Management
Stress adalah suatu kondisi normal pada waktu menghadapi perubahan dan ancaman dengan respon yang dapat adaptive. Stress melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami sebagai baik sebagai anxiousness (distress) atau pleasure (eustress). Tugas dari tiap orang untuk menemukan nilai optimum dari stress stimulation, yang menyegarkan dan energizing, dan dengan tetap mempertahankan tingkatan relaksasi. Tiap orang harus juga mencari keseimbangan antara periode stress dan ketenangan diri. Stress management adalah usaha seseorang untuk mencari cara yang paling sesuai dengan kondisinya untuk mengurangi stress yang terjadi dalam dirinya.

Ada beberapa strategi atau metode untuk mengurangi stress. Diantaranya adalah muscle relaxation exercises, meditational breathing, suntikan pereda stress, dan prioritizing. Bagaimanapun juga, tidak semua pendekatan untuk stress management ditujukan untuk mengurangi stress. Jadi, semuanya tergantung dari kondisi masing-masing individu, tingkatan stress yang ada dan kejadian yang melatarbelakangi stress-nya
illustrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar